AKUNTANSI
SALAM
Pendahuluan
Bisnis syariah dewasa ini mengalami perkembangan
yang signifikan dan menjadi tren baru dunia bisnis di negara-negara mayoritas
berpenduduk muslim maupun non muslim Perkembangan ini terutama terjadi di
sektor keuangan. Perbankan Syariah dan produk-produknya telah beredar luas di
masyarakat, Asuransi Syariah dan Reksadana Syariah juga sudah mulai
bermunculan. Perkembangan bisnis syariah ini menuntut standar akuntansi yang
sesuai dengan karakteristik bisnis syariah sehingga transparansi dan
akuntanbilitas bisnis syariah pun dapat terjamin.
Oleh karena itu, lembaga keungan islam harus
teliti dalam accounting yang bebas bunga (riba) seperti akutansi mudharobah,
musyarakah, ijarah, istishna’, salam dll. Dalam makalah nini kami akan menjelaskan tentang akuntansi
salam. Setelah mengikuti presentasi atau diskusi ini diharapkan peserta
(audiences) akan lebih memahami mengenai transaksi salam dan perlakuan
akuntansinya.
Definisi
Salam (Bai’ul
- Salam)
Jual Salam adalah
perjanjian jual-beli suatu barang antara pemilik barang dengan pembeli, di mana
pembeli membayar barang itu dengan serta merta dan pemilik barang menangguhkan
penyerahan barang tersebut sampai waktu tertentu. Jual Salam adalah kebalikan
dari Penjualan secara Angsuran yang telah dijelaskan tadi.[1]
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan
pengiriman di kemudian hari oleh muslam illaihi (penjual) dan pelunasannya
dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat
tertentu. Nilai wajar adalah suatu jumlah yang dapat digunakan untuk mengukur
aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar (arm’s length
transaction) yang melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki
pengetahuan memadai.[2]
Ketentuan tentang pembayaran salam:
1.
Alat bayar harus diketahui
jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang atau
manfaat.
2.
Pembayaran harus dilakukan
pada saat kontrak disepakati.
3.
Pembayaran tidak boleh
dalam bentuk pembebasan hutang.
Ketentuan tentang Barang:
1.
Harus jelas ciri-cirinya
dan dapat diakui sebagai hutang.
2.
Harus dapat dijelaskan
spesifikasinya.
3.
Penyerahannya dilakukan
kemudian.
4.
Waktu dan tempat penyerahan
barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.
Pembeli tidak boleh menjual
barang sebelum menerimanya.
6.
Tidak boleh menukar barang,
kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
Ketentuan tentang Salam Paralel
Dibolehkan melakukan salam paralel
dengan syarat:
1.
Akad kedua terpisah dari
akad pertama, dan
2.
Akad kedua dilakukan
setelah akad pertama sah.
Penyerahan Barang sebelum atau pada waktunya:
1.
Penjual harus menyerahkan
barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2.
Jika penjual menyerahkan
barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan
harga.
3.
Jika penjual menyerahkan
barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia
tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
4.
Penjual dapat menyerahkan
barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat: kualitas dan
jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan
harga.
5.
Jika semua atau sebagian
barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan
pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:
a.
Membatalkan kontrak dan
meminta kembali uangnya,
b.
Menunggu sampai barang
tersedia.
Fatwa tersebut juga menjelaskan bahwa pembatalan
salam boleh dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak.
Contoh Aplikasi Pembiayaan
Salam Untuk Petani dan Pedagang
|
Salam merupakan salah satu jenis transaksi jual
beli secara syariah yang pada perkembangannya termasuk dalam salah satu wilayah
pembiayaan perbankan. Pembiayaan ini pada dasarnya bersifat pembiayaan
produktif dengan target pembiayaan kalangan petani. Sesuai fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 05/DSN-MUI/IV/2000, jual beli salam
diartikan sebagai jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu. Dalam hal pembiayaan oleh perbankan
syariah, pembiayaan salam adalah transaksi jual beli dan barang yang
diperjualbelikan akan diserahkan dalam waktu yang akan datang tetapi pembayaran
kepada nasabah dilakukan secara tunai.
Contoh konkritnya kira-kira begini. Seorang
pebisnis tepatnya petani sayuran organik membutuhkan dana untuk membeli
peralatan budidaya, namun masa panen yang dinanti untuk menghasilkan uang
pembeli peralatan masih akan memakan waktu satu bulan ke depan. Nah,
pebisnis tersebut bisa saja meminjam sejumlah dana ke bank dengan meminta
kepada bank syariah untuk membeli hasil panen yang akan datang yang kemudian
bank akan menjualnya kembali kepada petani tersebut dengan cicilan yang
disepakati dalam jangka waktu tertentu. Untuk ini bank syariah akan menerapkan
persentase keuntungan tertentu sesuai kesepakatan.
Namun pada pembiayaan salam ini pada dasarnya
bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan
dengan cara salam maka hal ini disebut salam
paralel. Masih melanjutkan contoh di atas, jika petani ingin menjual hasil
panen yang diperkirakan bisa dipetik satu bulan mendatang tersebut kepada
seorang pedagang namun pedagang belum memiliki uang, maka salam paralel bisa
diterapkan. Caranya adalah, kedua pihak yaitu petani dan pedagang bisa pergi ke
bank syariah dan mengajukan pembiayaan salam. Bank Syariah akan memberikan uang
tunai kepada petani dan pedagang tersebut yang otomatis keduanya memiliki utang
kepada bank syariah, dan sesuai kesepakatan akan dicicil dan dilunasi dalam
jangka waktu tertentu. Bank akan menambahkan sejumlah persentase keuntungan
yang disepakati.[3]
Dengan
demikian Lembaga keuangan syariah
dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam.
Jika lembaga keuangan syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada
pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini
disebut salam paralel.
Skema Salam (Bank Sebagai Penjual)
Skema Salam
(Bank Sebagai Pembeli)
Aplikasi
Akuntansi Salam Dalam Perbankan
- Akuntansi untuk Pembeli (Jika Bank sebagai Pembeli)
a.
Piutang salam diakui pada saat modal
usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.
b.
Modal usaha salam dapat berupa kas dan asset
nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarkan, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar
nilai ED Syariah No. 103ok.pmd 11/15/2006, 3:43 PM 3 wajar. Selisih antara
nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan diakui
sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
c.
Penerimaan barang pesanan diakui dan
diukur sebagai berikut:
(a) jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai nilai
yang disepakati;
(b) jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
(i)
Barang pesanan yang diterima diukur
sesuai dengan nilai akad, jika nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar tidak
tersedia) dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi
dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad;
(ii)
Barang pesanan yang diterima diukur
sesuai nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar tidak tersedia) pada saat
diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai pasar dari barang
pesanan lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad;
(c) jika pembeli tidak
menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
(i)
jika tanggal pengiriman diperpanjang,
nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi tetap sesuai
dengan nilai yang tercantum dalam akad;
(ii)
jika akad salam dibatalkan sebagian atau
seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh
penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi; dan
(iii)
jika akad salam dibatalkan sebagian atau
seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil
penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih
antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui
sebagai piutang kepada penjual yang telah jatuh tempo.Sebaliknya, jika hasil
penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya
menjadi hak penjual.
d.
Pembeli dapat mengenakan denda kepada
penjual, denda hanya boleh dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan
kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya. Hal ini tidak berlaku bagi
penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena force majeur. Denda dikenakan
jika penjual lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang
diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
e.
.Barang pesanan yang telah diterima
diakui sebagai persediaan. Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan
yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya
perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat
direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai
kerugian.
Ilustrasi Jurnal Piutang
Salam (Bank sebagai Pembeli)[4]
a.
Pada saat bank memberikan modal salam
D. Piutang salam
K. Kas/rekening penjual
b. pada
saat bank menerima barang dari penjual:
* Sesuai akad
D. Persediaan (aktiva salam)
K. Piutang salam
* berbeda kualitas dan nilai pasar
lebih rendah dari nilai akad
D. Persediaan (aktiva salam)
K. Kerugian salam
K. Piutang salam
c. bank
tidak menerima sebagian barang pesanan sampai dengan tanggal jatuh tempo
D. Persediaan (barang pesanan)
K. Piutang salam
d.
jika bank membatalkan barang pesanan
D. Aktiva lain2-piutang salam kepada
penjual (supplier)
K. Piutang salam
e.
jika bank membatalkan barang pesanan tetapi penjual (salam) memberikan jaminan
* penjualan jaminan dengan hasil
lebih kecil dari piutang salam
D. Kas/kliring
D. Aktiva lain2-piutang salam kepada
penjual (supplier)
K. Piutang salam
* penjualan jaminan dengan hasil
lebih besar dari piutang salam
D. Kas/kliring
D. Rekening penjual (supplier)
K. Piutang salam
f.
pengenaan denda pada nasabah mampu tetapi tidak memenuhi kewajiban dengan
sengaja[5]
D. Kas
K. Rekening wadi’ah-dana kebajikan
B. Akuntansi untuk Penjual (Jika Bank sebagai Penjual)
a.
Kewajiban salam diakui pada saat penjual
menerima modal usaha salam sebesar modal usaha salam yang diterima.
b.
Modal usaha salam yang diterima dapat
berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar
jumlah yang diterima, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas
diukur sebesar nilai wajar.
c.
Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation)
pada saat penyerahan barang kepada pembeli. Jika penjual melakukan transaksi
salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya
perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat
penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Ilustrasi Jurnal hutang
salam (bank sebagai penjual)[6]
a.
Pada saat bank menerima usaha salam dari
pembeli
D. Kas/Rekening pembeli
K. Hutang salam
b.
pada saat bank menyerahkan barang kepada nasabah pembeli[7]:
D. Hutang salam
K. Persediaan (barang pesanan)
K. Pendapatan bersih salam
Penutup
Pelaksanaan
LKS di Indonesia dalam semua aspek perjalanan dan operasinya adalah dengan
berlandaskan kepada hukum dan peraturan Syariah. Hukum dan peraturan ini
kebanyakan adalah dari Kelompok hukum dan peraturan Ilmu Fiqih yang berhubungan
dengan muamalat ekonomi dan urusan Bank dan Keuangan.
Hasil dari penggabungan tenaga dan usaha para Ulama Fiqih, ahli-ahli ekonomi,
dan pejabat-pejabat tinggi Bank umat Islam seperti yang disebutkan tadi, hukum
dan peraturan ini mula-mula disusun untuk diamalkan melalui Bank-Bank dan
Lembaga-Lembaga Keuangan Islam yang sedang didirikan merata di berbagai tempat.
Hasil dari usaha ini adalah timbulnya gagasan-gagasan dan ide-ide baru guna
merespond permasalahan yang ada khususnya mengenai lembaga keungan islam
seperti akuntansi dalam perbankan pada setiap produknya (akuntasi mudharabah,
akuntansi murabahah, akuntasi ijarah, akuntasi wadi’ah, akuntansi salam dll).
Untuk
bereaksi terhadap masalah-masalah tersebut yang dialami oleh lembaga keungan
islam Indonesia khususnya lembaga keuangan perbankan, maka perbankan syariah
menyiasati dengan memberlakukan pola bagi hasil yang merujuk kepada pedoman
akuntanasi perbankan syariah Indonesia (PAPSI), pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) dan fatwa dewan
syariah nasioanal (DSN) Majelis Ulama Indonesia. Reaksi ini
telah membawa perbankan syariah di Indonesia lebih semangat dan lebih maju
dengan ketepatan akuntabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia no:
05/DSN-MUI/IV/2000.
http//www.wirausaha.com. Pembiayaan Salam Untuk Petani dan Pedagang.htm
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia (PAPSI) 2003 Bag. III Piutang
Salam.
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia (PAPSI) 2003 Bag. IV Hutang Salam.
Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) NO. 103 Akuntansi
Salam Ed PSAK 103 (Revisi 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar